بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Ayruel Blog(Hak Cipta Milik ALLAH…silahkan copy paste…)

Makna Bersemayam mestikah dicoret?

Posted by Ayruel pada 23 April 2011

Assalaamu alykum wr.wb

Alhamdulillah..setelah sekian lama mencari makna pemahaman makna dari kata istawa اسْتَوَى .Jawaban dari Alqur’an pun datang.Sebelumnya mari sama 2 kita lihat ayat – ayat alqur’an dengan kata اسْتَوَى yang diterjemahkan bersemayam juga perhatikan yang saya bold.Berikut ayat2 yang saya kumpulkan :

1.Al A’raaf 54

54. Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.

2.Yunus 3

3. Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafa’at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian itulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran? 

3.Ar Ra’d 2

2. Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu.

4.Thaahaa 5-6

5. (Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas ‘Arsy

6. Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah.


5.Al Furqaan 59

59. Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian dia bersemayam di atas Arsy, (Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia


6.As Sajdah 4-5

4. Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Tidak ada bagi kamu selain dari padaNya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa’at. Maka apakah kamu tidak memperhatikan

5. Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadaNya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu


7.Al Hadiid 4

4. Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. 

Demikianlah berbagai ayat yang diterjemahkan bersemayam di dalam alqur’an.jika kita ingin mengetahui maknanya,maka perhatikanlah yang saya bold diatas dan sebagai pertimbangan coba lihat ayat ini :

Al Baqarah 29

29. Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.

Di ayat ini istawa اسْتَوَى tidak diterjemahkan bersemayam.Memang susah mencari makna yang pas jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia… menurut saya istawa اسْتَوَى bisa diterjemahkan dengan : menetapkan ketentuan,Memprogram.kalau ada makna yang dirasa pas dalam bahasa Indonesia silahkan di kemukakan dengan menimbang apa yang saya bold diatas.kita melihat terlalu banyak yang salah memahami makna bersemayam pada terjemahan Alqur’an ke bahasa Indonesia sa’at ini.

Sekian dulu dari saya ,mohon ma’af atas segala kekurangan. dan semoga bermanfa’at dan wassalam

12 Tanggapan to “Makna Bersemayam mestikah dicoret?”

  1. Samaranji said

    Assalamu’alaikum warahmatullah,,, Mas Ayruel.

    Subhanallah,,, sangat2 bermanfa’at, Mas.

    Oiya,,,Mohon bimbingan dan arahan untuk postingan saya dalam menyikiapi SHALAT 3 WAKTU yang baru saya kenal dari kang Qarrobin http://debu-semesta.blogspot.com/2011/05/shalat-minimalis-dont-corruption-rakaah.html Terimakasih

  2. Usup Supriyadi said

    Tidak perlu, lagi pula adakah masalah dengan terjemahan tersebut? jika pun harus dihapus, silahkan buat sendiri terjemah Al-Qur’an atau tafsir Al-Qur’an versi Ayruel. Insya Allah, nanti saya coba beli deh.

    • Ayruel said

      @usup

      masalah sering datang ketika seseorang memahami ALLAH itu bertempat.Kemampuan kita menjelaskan sangatlah terbatas.bagaimana dengan seseorang yang belajar alqur’an secara otodidak?tapi kabarnya Depag akan merevisi terjemahan alqur’an.memang sangat betul Alqur’an tidak bisa diterjemahkan secara tepat serta mendekati pemahaman maksud dari Alqur’an ke dalam bahasa lain.Kita hanya berusaha mendekati pemahaman.

      • Usup Supriyadi said

        Salah satu prinsip Ahlus-Sunnah dalam perkara sifat-sifat Allah adalah beriman kepada sifat-sifat (Allah) tersebut sebagaimana yang terdapat dalam Kitab-Nya dan melalui lisan Rasul-Nya Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam tanpa tahrif (penyelewengan makna), ta’thil (meniadakannya), takyif (menanyakan bagaimana/kaifiyyah), dan tamtsil (mempermisalkannya/menyamakannya dengan makhluk); dan mengimani bahwa Allah subhaanahu wa ta’ala tidak serupa dengan sesuatu apapun, Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat. Mereka (Ahlus-Sunnah) tidak menafikkan dari-Nya apa-apa yang Allah sifatkan bagi diri-Nya, tidak menyelewengkan kalimat dari makna asalnya, dan tidak pula berbuat ilhad (menentang) terhadap nama-nama dan ayat-ayat Allah, dan tidak pula menanyakan bagaimana (kaifiyah) dan menyamakan sifat-sifat-Nya dengan sifat-sifat makhluk-Nya [sebagaimana perkataan Ibnu Taimiyyah dalam kitab Al-‘Aqiidah Al-Waasithiyyah – melalui At-Ta’liiqaatuz-Zakiyyah ‘alal-‘Aqiidah Al-Waasithiyyah oleh ‘Abdullah bin ‘Abdirrahmaan Al-Jibriin, 1/81-88; Daarul-Wathaan, Cet. 1/1419]

        Maka, ketika saya mengimani

        إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ

        “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya” [QS. Al-A’raaf : 54].

        bukan berarti saya menyatakan bahwa Allah itu bertempat, lawong Allah sendiri yang bilang begitu toh?

        Kekhawatiran saudara memang beralasan, tentang yang belajar secara otodidak, saudara sendiri tidak belajar secara otodidak, kan? namun, menurut saya yang menjadi masalah ialah ketika seseorang belajar Al-Qur’an secara parsial. Padahal, banyak sahabat yang tidak keliru, kenapa karena mereka belajar Al-Qur’an menyeluruh dan mereka mengerti bahwa Tuhan mereka tidak sama dengan ciptaannya, jadi ketika Allah sendiri yang menyatakan soal tangan-Nya, mata-Nya, dan lainnya, para sahabat santai saja sebab apa-apa yang Allah sebutkan itu beda dengan makhlukNya tapi harus diimani oleh makhlukNya secara hakiki.

        Saya kira bukannya tidak mudah diterjemahkan, bukankah Allah menyatakan bahwa Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab agar mudah dipahami, sebab bahasa Arab itu mudah dipahami. Maka dari itu, dikarenakan kita ini bukan orang Arab asli, sedangkan para sahabat nabi itu orang arab asli, jadi tidaklah mungkin mereka tidak mengerti atau salah dalam mengartikan. Tidak ada sahabat yang mempermasalahkan soal “Dia bersemayam di atas ‘Arsy” sebab mereka mengerti bahwa bersemayamNya itu beda dengan makhluk, jadi santai saja.

        Wa Allaahu A’lam

        • Usup Supriyadi said

          وقال الوليد بن مسلم : سألت الأوزاعي ومالك بن أنس وسفيان الثوري والليث بن سعد عن الأحاديث فيها الصفات ؟ فكلهم قالوا لي : أمروها كما جاءت بلا تفسير
          Al-Walid bin Muslim berkata : Aku pernah bertanya kepada Al-Auza’iy, Malik bin Anas, Sufyan Ats-Tsauriy, dan Al-Laits bin Sa’d tentang hadits-hadits yang berkenaan dengan sifat, maka setiap dari mereka menjawab : “Perlakukanlah (ayat-ayat tentang sifat Allah) sebagaimana datangnya tanpa tafsir” [Diriwayatkan oleh Adz-Dzahabi dalam Al-‘Ulluw, berserta Mukhtashar-nya oleh Al-Albani hal. 142 no. 134 dengan sanad shahih; Al-Maktab Al-Islamy, Cet. 1/1401].
          .
          Maksudnya, perlakukanlah ayat-ayat sifat sesuai dengan dhahir makna yang termuat di dalamnya, tanpa tafsir ke makna-makna selainnya atau menanyakan kaifiyah-nya.[1] Sebab, sesuatu yang telah jelas, tidak perlu penjelasan/tafsir lagi. Apabila diperlukan penjelas/tafsir, maka kembalinya pun pada dhahir bacaan nash itu sendiri sebagaimana dikatakan oleh Sufyaan bin ‘Uyainah :

          كل ما وصف الله من نفسه في كتابه فتفسيره تلاوته والسكوت عليه

          “Segala sifat yang Allah sifatkan bagi diri-Nya di dalam Al-Qur’an, penafsirannya adalah (dhahir) bacaannya dan diam terhadapnya” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Al-I’tiqaad hal. 118 no. 296, tahqiq : Ahmad ’Ishaam Al-Kaatib, Daarul-Aafaaq, Cet. 1/1401; dan Al-Asmaa’ wa Shifat 2/307 no. 869, tahqiq : ‘Abdullah bin Muhammad Al-Hasyidi; Maktabah As-Suwadiy. Atsar ini shahih].
          .

          Makna ‘diam terhadapnya’ yaitu menetapkannya, tidak menambah-nambah, dan tidak menanyakan kaifiyah dari sifat-sifat tersebut.

          .

          Wa Allaahu A’lam

          .

          [1] Adz-Dzahabiy mengisyaratkan makna ‘tanpa tafsiir’ sebagaimana dikatakan para salaf terhadap nash-nash sifat (Allah) adalah tanpa men-takyif-nya. Ia berkata :

          هذه أحاديث صحاح، حملها أصحان الحديث والفقهاء بعضهم عن بعض، وهي عندنا حق لا نشك فيها، ولكن إذا قيل : كيف يضحك ؟ وكيف وضع قدمه ؟ قلنا : لا نفسر هذا، ولا سمعنا أحدًَا يفسره

          “Ini adalah hadits-hadits shahih yang dibawakan oleh para ahli hadits dan fuqahaa’ sebagian mereka dari sebagian yang lain. Hal itu di sisi kami adalah benar, tidak ada keraguan padanya. Akan tetapi jika dikatakan : Bagaimana Allah tertawa ? dan bagaimana Allah meletakkan telapak kaki-Nya ? Kami katakan : Kami tidak menafsirkan ini, dan kami pun tidak pernah mendengar seorang pun (ulama) menafsirkannya” [Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 10/505].

        • Ayruel said

          hhhh…ternyata anda cuma baca judul…siapa yang mengingkari istawa?

  3. As salaam mu’alaikum @All my bro.. and sis
    Mantab’s, nehh artikel.. sudah lama kita tidak bersua didunia perblok-gan 😀

  4. Ana rasa penterjemahan istiwa’ dengan “bersemayam” merupakan pengalihbahasaan yang paling mendekati dengan makna yg dituju. Walaupun ada yang memaknai istiwa’ dengan irtafa’a (tinggi), namun makna yang difahami tidak menyelisi makna dari kata bersemayam. Ahlus sunnah menetapkan makna sebagaimana zhahir lafazh, namun kaifiyatnya ditafwidh (diserahkan) kepada Alloh.
    Masalah penterjemahan, selama dalam makna yang satu atau saling berdekatan dan bisa difahami, maka yang demikian ini adalah tidak masalah. Namun, apabila penterjemahan tsb merubah makna, maka tentu saja akan merubah hakikat, sedangkan hakikat-Nya yang mengetahui adalah Alloh semata.

    Misalnya apabila ada yang menterjemah Yadullah dengan “kekuasaan” Alloh, maka ini sudah masuk dalam bentuk tahrif, dimana makna yadd difahami adalah tangan sedangkan kekuasaan adalah kata lain yang berbeda dengan makna tangan. Maka yg demikian ini tidak boleh…

    bahwa memang lebih ahsan bagi kita menggunakan kata “istiwa” harfan dengan lafazh, daripada kita menggunakan kata terjemahan “bersemayam”. Namun, upaya penterjemahan kata “istiwa” kepada kata “semayam”, apabila difahami maknanya secara benar dan menetapkan hakikatnya kepada Alloh sebagaimana para salaf memahaminya, yaitu “‘ala, irtafa’a, istaqorro, dan sho’uda” dimana : ‘ala = tinggi/di atas, irtafa’a = naik ke atas/terangkat, istaqorro = menetap dan sho’uda = naik”.
    Nah, setahu saya -Allohu a’lam, apabila salah mohon diluruskan-, kata semayam itu sendiri bermakna tinggal, menetap dan ini sesuai dengan kata istaqorro. Oleh karena itulah, sebagian du’at, ustadz dan tholibul ilmi menterjemahkan kata ini dengan kata ‘semayam’, walau lebih aula menggunakan kata aslinya, istawa.

    wa allaahu a’lam

    • Ayruel said

      @usup

      Memang begitulah tujuan artikel ini dibuat.sangat mengerikan jika banyak muslim yang salah memahami kata2 bersemayam.kita tahu tidak semua muslim di indonesia yang mengetahui banyak sedikitnya tentang bahasa arab.

      syukron atas supportnya

  5. agorsiloku said

    Mas Ayruel, Assalamu’alaikum
    Tengkyu artikelnya yang membahas persemayanan alias (bukan) istiwa. Saya jadi ingat lagi dan memang kata semayam ini dalam pemahaman bahasa selalu merujuk pada sesuatu yang bersifat lokasi, sehingga saya sendiri merasa “kurang pas” dengan kata semayam dalam bahasa Melayu ini. Apalagi kita juga tahu, bahkan ada juga ayat dari kitab Allah terdahulu yang kemudian terpahami sampai pada pengertian yang makin membingungkan : “Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air”.
    Pada kitab terdahulu yang sudah tidak ada bahasa tutur aslinya, kekeliruan bisa menjadi pembenaran di masa yad. Beruntung ummat beragama Islam, memiliki bahasa tutur aslinya yang terpelihara, sehingga bila ada pemahaman yang terdiferensiasi lebih mudah mendapatkan penandanya (bench mark).
    Pemahaman “istiwa” ini termasuk rancu ketika dipahami semayam yang terpahami merujuk pada lokasi. Terjemahan dalam bahasa lain dipahami sebagai “menetapkan”, “meneguhkan”, “mengangkat diriNya sendiri”,”Naik” dan beberapa lainnya yang memiliki pengertian sejenis. Di bahasa Melayu (Indonesia dan Malay) yang dipahami bersifat lokasi. Jadi pusing juga untuk memahami ayat-ayat sains ini…..
    Artikel Mas, mencerahkan dan meluaskan pandangan….
    Salam Hangat, Agor

  6. afdol said

    jadi makna istawa (dalam bahasa indonesia) lebih mendekati dengan kata “bersemayam”, tetapi bukan bersemayam (dalam sifat) seperti halnya manusia…?
    berarti masih bermakna lokasi? tetapi lokasi (dalam sifat) berbeda dengan penafsiran manusia?????
    Maaf Saya Masih bingung… + gak ngerti bahasa arab… 😀

Tinggalkan komentar